Senin, 31 Oktober 2011

Membaca Isyaratmu di Sudut Malam,,

Berjuta kali ku baca,,
Tak pernah bisa ku ungkap maknanya,,
Beribu kali ku pahami,,
Tak pernah ku dapat siapa pemiliknya,,

Selamanya kah aku harus menduga-duga,,
Hingga akhirnya kulihat kau berdiri jauh di seberang persimpangan,,
Aku tak setangguh itu,
Untuk melihatmu sekali lagi terlepas,
Atau pernahkan kau dapat ku genggam ??

Karena ragaku wanita,
Jiwaku tak tercipta untuk yang pertama kali berkata,,
Karenanya,, ungkaplah isyarat mu,,
Terangi ia, seterang mentari di padang Jingga,
Atau serahkan pada bulan,,
Karena ia tahu kemana mengirimkan,,

Menerjemahkan Segala Isyarat #tebak-tebak buah manggis

Lebih sulit ketimbang menerjemahkan buku linguistics terbitan tahun 60-an,,hehehehe
Lebayy,, #boleh lah,,
Malah harus ku pikir, ketika bertemuka muka dengan segala syair-syair itu, #emang punya muka ???

Terkadang ia kau tulis dengan lugas, walaupun masih tersimpan rapat untuk siapa,,
Sesekali kau buat ia seperti labirin misteri, menyimpan rapi siapa penerimanya,,
Lalu ada juga kau bahasakan dengan simbol yang aku pahami,
hmmmm,,,, benarkah itu untukku ????
Aku berpikir seperti itu hanya karena kau mempersembahkannya dengan bahasa yang aku juga mengerti maknanya, yang lain tidak,,ahhhhh entahlah,,, hehehe #lagi-lagi hanya spekulasi
Aku memang terlalu banyak berspekulasi bila berhadapan dengan syair-syairmu, bahkan terkadang bisa menebak-nebak pasti, padahal mana ku tahu jelas untuk siapa itu #efek virus ini besar sekali,,

Satu kali aku pernah merasa begitu yakin bahka segala isyarat yang tertera adalah untuku,
Ketika kau dengan jelas menulis bahwa dia yang kau tujukan pasti membacanya dan pasti merasakannya juga,,
#tersenyum-senyum,,, tapi tetap saja masih mengawang-awang,, bener ga sih cuma aku yang ngerti,,, xixixi
Is it true, that only me can read and understand its meaning ???? hmmmmm

Dan,,,adakah kau juga mengerti isyarat yang ku kirimkan ????
#streng komite mode:on ^0^

Kamis, 27 Oktober 2011

Disini, Kugemakan Namamu #Jika kau ingin tahu


*Jika kau ingin tahu, untaian kata ini tercipta dari rasa putus asa dan rasa lelahku menyembunyikan namamu. Akhirnya, kuteriakkan namamu melewati bibirku membiarkan semesta tahu. Jelas, namun tak lantang, aku tak seberani itu. Namamu tertera di balik untaian bait ini, jika kau mau menyibak sedikit misteri dibalik nya.

Satu nada lagi menggema dalam neuron saraf ku,
Nada-nada yang telah berjumlah ribu semenjak pertama kalinya melafalkan namamu,
Mereka bermelodi membait lagu,
Tentang kamu dan diriku,

Masihkah mampu aku menundukan pandanganku,
Ketika dua bola matanya menangkap bayangan akan hadirmu,
Meski hanya distorsi bulan di danau semu,
Dan juga bayangan ungu di ilalang yang berderu,

Aku tertawa dalam hening, sinis,
Karena malu akan ketidaksanggupanku meraihmu, dan segala tipu khayalku,
Kau jauh tak tergapai, tak tersapa, bahkan terkadang abstrak,
Lapisan langit ke delapan, dan kedalaman bumi yang kedelapan pula, fatamorgana,

Empat purnama kulewatkan dalam bayang-bayang tentang hadirmu,
Sudah selama itu pula aku hilang dalam kerang kecilku, hanyut dalam kesendirianku,
Aku diam di dalam tempat berlindungku dari hujaman senyum sabitmu,
Aku sendu di dalam rinduku untuk menatapmu, menatap sinar mata almondmu,

Aku berdiri lunglai, terkadang kokoh dan sering pula jatuh,
Merekam tiap gerak syahdumu di titian persimpanganku,
Tak berarti lagi tiap arah mata angin yang aku tahu,
Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Dikokohnya rengkuhanmu, Mata Angin Kelima,

Ketika semua ketidakmungkinan membalik menjadi nyata,
Dan ketika seketika tubuhmu membalik ke arahku,
Kubiarkan jagat raya tahu,
Jika aku disini, menunggumu di persimpanganku,
Maka, berbaliklah,,,,,,,,

Senin, 24 Oktober 2011

Menggenggam Sebuah Janji #entahlah, apakah memang itu sebuah janji, atau hanya diriku yang mengelabui diri ????

Bulan selalu tersenyum ketika didapati aku di dekat jendelaku,,
Dia tahu, bahwa aku akan siap bercerita untuknya,,
Aku bahagia bersahabat denganmu, bulanku,,,,

Kutatap lengkung separuh bulanku,,
Ku bisikkan untaian rindu,,

"Ia mengirimkanku sebuah janji atau mungkin bukan, entahlah,, tapi itu saja mampu membuatku haru",, ceritaku pada bulan,,

"Siapa ?" tanya bulan tak mengerti,
"Dia, kau tahu pasti siapa", aku tersipu,,
Bulan tersenyum, ia tahu,,,

"Sekarang giliranmu untuk membuatku melepas rindu", pintaku
"Katakanlah," Tulus, bulan menjawab

"Hadirkan dia,",,

Dan kemudian,,
Sinar mata itu menjelma,
Lengkung senyum itu terbias,
wajah itu ada,,
meski hanya bayangan, bayangan yang ku rindukan,,

Dan kami benar-benar menatap bulan, bintang, awan, planet, meteor, ikarus, segalanya,, benar-benar segalanya,,,,
Meski bukan cerita Cinderela, ia tetap harus pergi, tanpa meninggalkan apapun, walau hanya sepatu kaca seperti cerita dongeng itu,, Ia hilang "plop" tanpa kiasan,,,

Aku masih di jendela ku, menatap bulanku dengan haru,,
"Terimakasih bulanku",, bulir itu mengalir karena bahagiaku,,
"Untukmu selalu", bisiknya,, mengusap airmataku.

Sungguhkah ia berharap menatap bulan bersamaku ???

Dear Diary #2

Aku benar-benar sudah kehilangan hati yang ku genggam pasti,,,
Tidak ada unsur dalam makna buruk hati yang kumaksudkan,,
Dan mungkin ada yang bertanya-tanya, lalu apakah maksudnya ???

Inilah dia,,
Aku selalu bercerita pada bulan tentangnya,,
yang namanya selalu menggema akhir-akhir ini, ya, Pujangga Jingga,
aku mengaguminya dengan indahnya, dengan aku yang benar-benar baru,,
hampir tiap malam kukirimkan untaian syair untuk mengisi malamnya,
dan pula ku kirimkan doa untuk menjaga tiap mimpinya,,
hanya mengirimnya, tak berharap dia mengerti untuk menerimanya,,
tapi bulan selalu menguatkan penantianku, bahwa ia pasti tahu,,

Aku tersenyum dalam diamku, ketika melihatnya juga tersenyum karena hawanya yang tak ku tahu,,
Aku bersedih ketika kurasakan ada airmata menggenang untuk hawanya yang entah siapa,,
Aku memang bertanya-tanya siapa bidadari itu, yang tiap malam ia ikrarkan dalam rima,
ahhh,,,aku sempat cemburu,,
namun aku tahu, ia jauh disana, tak tergapai,,
aku tetap merindunya dalam hening,,

Dan hari itu, kudapati ia tahu apa yang kurasa,,
namun tak berakhir bahagia,
ia berkata bahwa hatinya telah termiliki oleh hawa,, bidadari indah mempesona,,
aku masih tersenyum, dalam duka,,,
namun bahagia untuknya dan bidadarinya,,

Tanpa merasa benci padanya, aku masih saja mengagumi, masih mengirimkannya untaian rima, tapi kali ini benar-benar tak ingin ia tahu, karna ia telah bahagia bersama bidadarinya,,
aku hanya merindukannya bersama bulan,,

Namun lagi-lagi hari lainnya, tiba-tiba ia mengajakku untuk menatap bulan bersamanya,,
entah apa itu nyata atau tidak,, aku tak berani menanggapinya secara langsung, takut kalau aku yang berlebihan, dan akhirnya aku harus merelakannya lagi,,
kali ini, ku anggaplah itu hanya perkataan seorang teman pada temannya,,
tanpa mungkin ia tahu, betapa sejak itu aku tak pernah berhenti menatap lekat bulan, memintanya memindai bayangan dirimu,, seolah kau ada bersamaku,, seperti janjimu,, bersama menatap bulan,,
aaahhhhhhhh,,,, aku begitu lugu,,
jelas bukan itu hanya gurauanmu pujangga biru ???

Dan kali ini,, kembali kudapati undanganmu,,
mengucapkan salam kepada cinta,, apakah aku cintamu itu ???
aku lagi-lagi tergugu,,
kau benar-benar membuatku terpenjara dalam labirin bernama "mengagumimu"

Sama seperti awal dulu,, aku tak berani menganggap itu hal yang berarti, karena kamu telah dengan tegas mengatakan bahwa sudah ada bidadari disampingmu yang memang tak kau tahu,, tapi aku mengerti,, bukan bukan aku yang kau maksudkan,,

Aku bahagia karena kamu masih mengingatku dan mengirimkan salam itu,
inilah jawabanku,, "Wa'alaikum salam calon imam syurga,"

#aku ingin menuliskan "ku" dibelakang kata syurga,, tapi tak berani,, ^0^

Kapankah Lagi Engkau Meminangku *Desperate banget ya dibacanya,, fufufu #part 3

Seminggu lebih setelah keputusan Anil dan pemberitahuan persetujuan pada Raudah itu, Raudah belum juga menghubungi tentang perkembangan baru rencana ta'aruf itu. Sesekali Anil coba menanyakan hal itu pada Raudah, kata Raudah persetujuan Anil sudah disampaikannya pada ka Syamsul, tapi sepertinya ka Syamsul belum bisa pergi mengajar ke pesantren tempat Firdaus juga mengajar dan memberitahukan perihal keputusan itu, di karenakan ka Yuni, istri ka Syamsul sedang hamil besar, dan bisa melahirkan kapan saja.
Tampak luar Anil memang sepertinya terlihat biasa saja, namun sebenarnya hatinya selalu bertanya-tanya bagaimanakah kelanjutan takdirnya dnegan orang yang sangat ia kagumi dan cintai itu. Dalam setiap sujud-sujud malamnya, tak lupa Anil memohonkan di berikan yang terbaik untuknya dan untuk keluarganya.

Tepat setelah 3 minggu datangnya kabar itu, Anil sedang di lokal kuliahnya hari itu, dan sedang mendengarkan dosen Extensive Reading nya menjelaskan Skimming dan Scanning tingkat lanjut, tiba-tiba handphone Anil bergetar. Anil melirik si penelpon "Raudah", Anil yakin pasti berita tentang ta'aruf itu. Tanpa ragu Anil kemudian minta izin pada ibu dosennya untuk keluar dan mengangkat panggilan itu sebentar.
Sesudah berada diluar jangkauan pendengaran dosen maupun teman sekelasnya, Anil mengangkat panggilan itu. "Assalamualaikum",
"Wa'alaikum salam" Sahut Raudah,
"Apa Dah?" Tanya Anil basa-basi, "Soal ta'aruf kemaren Nil," Jawab Raudah, dan Anil tiba-tiba merasa bahagia.
"Iya," Jawab Anil. Kemudian Anil mendengarkan dengan sungguh-sungguh kata demi kata yang di ucapkan Raudah. Lima menit berselang, Anil menyunggingkan senyum dan kemudian bulir airmata turun di pipinya.
"Wa'alaikum salam", ucap Anil mengakhiri pembicaraan dengan Raudah.
Anil masih ingat kalau dia sedang ada kuliah, bergegas kemudian ia masuk kembali ke kelasnya. Sisa pelajaran hari itu hanya samar-samar yang masuk ke telinganya, sisanya sesekali Anil merunduk untuk menyeka airmata yang seperti akan keluar di pinggiran matanya.***

To Be Countinued

Minggu, 23 Oktober 2011

Dear Diary #1

Aku adalah diriku, dan ku kenal setiap detailnya,,
Tapi satu bagian ini adalah hal yang paling tidak bisa ku terka,,Hati,,
Dan kamu, makin membuatku tak bisa memahami hatiku sendiri "sang pujangga"

Hampir beberapa purnama ku lewatkan dalam kilau kekagumanku padamu,
mencoba bercerita pada bulan, dan menuangkannya dalam lautan syair dan rima,
hingga akhirnya mungkin kau mengerti, dan tibba-tiba mengabarkan pada ku bahwa hatimu telah termiliki,
aku berhenti bersyair, namun masih saja bercerita pada bulan tentangmu,,

Namun tiba-tiba hari itu,,
Kamu memintaku untuk bertemu di alam bernamaa mimpi,
Mengundangku duduk bersama menatap bulan,,
Ahhhhh,,, seperti apakah sebenarnya kamu pujangga biru,,,

Rabu, 19 Oktober 2011

Kapankah Lagi Engkau Meminangku *Desperate banget ya dibacanya,, fufufu #part 2

Selepas Isya malam itu, Anil langsung menghubungi kedua orangtuanya dan menceritakan kembali apa yang disampaikan Raudah kepadanya. Ibunya sebenarnya tak terlalu kaget dengan berita itu, karena bukan kali ini ada yang berniat meminang putri mereka, yang ibunya kaget kan adalah orang yang kali ini berniat meminangnya, orang yang dulu sering di sebut-sebut putrinya saat remaja.
"Gimana ya bu?" tanya Anil
"Ibu terserah kamu saja nak, jika kamu memang yakin, jalani saja," Jawab ibunya,
"Abah gimana?" Anil ingin meyakinkan diri dengan menanyakan ayahnya
"Abah sih juga terserah kamu, abah tahu betul siapa Firdaus itu, siapa orangtuanya, semuanya bagus, tapi ayah tetap membiarkanmu memutuskannya" Jawab ayah menenangkan.
Anil Diam,, "Ada baiknya kamu istikharah saja nak," nasehat ibu,
Sepertinya memang itu yang sangat di perlukan Anil saat itu, "Baik bu, memang lebih baik kalau Anil istikharah dulu saja,"
"Allah pasti membukakan jalan-Nya untukmu,"
"Terimakasih bu, Anil tutup dulu ya telponnya, mau makan dulu, hehehe"
"Iya,, assalamualaikum," "Wa'alaikum salam bu",,
Anil sekarang tahu apa yang harus di lakukannya dalam usahanya mencari jawaban pertanyaan-pertanyaannya itu. ***

Aku mencintai siang,
Karena ia akan mengirimkan seribu pijar cinta untuk semangat hidup ku,,
Aku merindui malam,
Karena ia akan mendekapku erat, dan membawakanku sejuta kicauan warna dalam lelapku,,
Tapi aku akan hanyut di sepertiganya,,
Karena disanalah aku akan bersenda gurau, menangis, dan mengadu pada-Nya,, 
Di sepertiga itu, cinta hakiki ku labuhkan,,,

Di sepertiga malam itulah, seperti yang telah jadi kebiasaannya, Anil menumpahkan segala gundahnya, ia lontarkan tanya itu pada hatinya, dan kemudian istkiharah untuk mencari jawabnya. 


Dalam kesempurnaan malam yang khusuk,
Di keheningan tahajud yang syahdu,
Disana, ya disana, suara itu muncul menggema,
Menjawab ragu dalam setiapa tanya,
Merentangkan pasti dalam setiap takut,
Dia menghampiri hati yang sunyi dan bernyanyi,
Nyanyian akan masa depan yang di impikan,

Setelah hening yang cukup lama dalam diamnya, Anil membuat keputusan pasti. ***

Telpon itu diangkat pada dering pertama,
"Halo, ya Nil" Sahut Raudah langsung saat menerima telpon Anil
"Assalamualaikum" Jawab nya
"Wa'alaikum salam, hehehe"
"Cepet banget ngangkat telponya dah?"
"Kan pas hp nya di tangan"
"Alah, sejak kapan hp mu itu jauh dari tangan", Anil sengaja menggodanya
"Ga pernah,, hahaha, apa nih ? udah punya keputusan ya ?" tebah Raudah langsung
"Insyallah", kata Anil malu-malu
"Dan ?"
"Bismillah, iya"
Diam sesaat, kemudian terdengar lah langsung ejekan Raudah pada Anil
"Cieeee,, akhirnya bersatu juga dia dengan cinta pertamanya, ciee, cieeee" Ledek Raudah
"Hehehe,, iya donk." Anil ga mau kalah kalau harus di ledek Raudah
"Ehem, ehem,,"
"Udah ah, ada kuliah nih, ngtar aku terlambat lagi kayak kemaren," Anil akhirnya mengalah, dia tahu bakalan ga ada habisnya kalu ledek-ledekan sama Raudah. raudah tertawa mendengarnya.
"Iya deh, tar aku sampein ke ka Samsul, tapi kayknya sekarang beliau agak sibuk juga"
"Sibuk apa?"
"Kak Yuni tinggal nunggu hari mau melahirkan"
"Ooooo,"
"Ya, terserah beliau lah,"
"Oke deh,"
"Udah ya, assalamualaikum"
"Kum salam"
Anil hanya berharap bahwa keputusannya adalah memang benar jawaban atas segala pertanyaannya. Keyakinan yang di dapatnya dalam sujud panjangnya tadi malam. Keyakinan untuk menerima tawaran ta'aruf itu.***


To Be Continued

Diam,,tak menjawab segalanya !!!

Sulit Mengatakan,
Sulit Melakukan,
Sesulit Mengharapkan akan terjadinya keajaiban....

Kesimpulan sudah ku dapatkan,,,
Tak ada lagi keraguan,,
Ku mengerti seluruhnya apa yang kau inginkan,,

Meski hanya diam yang jadi jawaban,,,
Kejujuranku tetap tak diperhatikan,,,
Hanya dapat membisu dalam kesendirian...

                                                                                                ELMY,, menuntut kepastian....

Kapankah Lagi Engkau Meminangku *Desperate banget ya dibacanya,, fufufu #part 1

Firdaus ku,,
Mengagumimu dalam kedalaman mataku, sejak bertahun lalu,,
Mengagumimu dalam keluguan masa remajaku, aku malu,,

Taman ku,,,
Betapa rupa mu selalu melumpuhkan pandanganku, sejak bertahun lalu,,
Dan betapa akhlakmu selalu berhasil membuatku rindu, aku malu,,

03.45 pm
Anil baru saja merebahkan tubuhnya di tempat tidur seadanya ala anak kos itu setelah seharian berada di kampus ketika handphone putihnya itu bergetar akibat dari tanda 'silent; yang di pasangnya jika sedang mengikuti kuliah, tanda sms masuk. Matanya hampir terpejam, tapi di ambilnya juga handphone itu, lebih jelasnya sih merogohkan isi tas dulu baru berhasil menemukan handphonenya.
"1 Message Received", Anil membukanya, dari Raudah sepupu anil di kampung halamannya

Nil, ada yang mau ta'aruf sama kamu,

isi pesan pendek itu. Anil membutuhkan waktu 3 kali kerjapan mata untuk memahaminya, tersenyum lucu, dan membalasnya, sepupunya yang satu ini memang sering jahil.

Siapa ?, kalo misalnya penguasaha kaya, oke deh.

Balas Anil juga bercanda. Beberapa detik kemudian sms balasan masuk lagi,

Wah, sayangnya dia bukan pengusaha Nil, cuma seorang ustadz madrasah,

Anil masih saja menanggapi dengan gurauan, Ah, takut ah kalo sama ustadz, tar aq diceramahin tiap hari, hehe

sms balasan, Beneran nih, ga nyesel ? hehehe

Anil mulai berpikir kalo Raudah memang serius, Serius ya dah ? Balas Anil lagi,
 
Siapa sih namanya, Anil mulai penasaran, cukup lama kali ini balasan Raudah datang, Anil tahu Raudah pasti menikmati saat mengerjai dia seperti itu,, ahh, Anil mulai terasa sangat tertipu lagi,
drrrrrrtttt,, sms balasan, Anil langsung membukanya,

Namanya sih kalo ga salah Haji Muhammad Yusuf Firdaus, hohoho

DEG,,,,, Anil berulang kali membaca nama yang tertera disana. Segera di balasnya sms,

Boong nih, jangan main-main deh dah,,

Kalo ga percaya tanya sama mamaku deh,, weee, pasti mukanya merah tu,, heee

dan pesan singkat terakhir itu tak mampu lagi di balas Anil, pikirannya terlalu sibuk dan agak bingung menanggapi berita yang baru saja di dapatnya. Lelah yang tadi sangat terasa seperti tak pernah ada. Ahhhh,,, Firdaus. ***

Selesai melaksankan shalat magrib dan segala sunat-sunatnya, Anil masih saja duduk diam di atas sajadahnya dengan mukena yang juga masih terpasang, pikirannya telah terbang, ke beberapa tahun lalu. ***

Anil masih berseragam putih biru di salah satu Madrasah Tsanawiyah kelolaan ayahnya yang seorang tokoh agama dikotanya. Anil Aqsa namanya, memang terlahir dalam lingkungan religious yang sangat kuat, kehidupan sehari-harinya dipertemukan dengan pesantren atau teman-teman ayahnya yang juga sama-sama tokoh agama terkemuka. Anil anak tunggal, tak tak pernah sedikitpun merasakan kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ia tahu mereka memanjakannya meskipun mereka tak terlalu memperlihatkannya. Anil mewarisi kepintaran ayah dan ibunya, karena itulah sejak Madrasah Ibtidaiyah hingga pendidikan Aliyah Anil selalu menjadi juara kelas.

Meski dibesarkan dan dididik dalam lingkungan agamis pesantren, Anil tak membatasi pergaulannya. Anil tetap berteman dengan wanita atau laki-laki, pergi jalan-jalan beramai-ramai dengan mereka, atau acara kegiatan pertemanan lainnya. Ayahnya tak juga terlalu melarangnya, asalkan teman-teman Anil masih dalam tahap anak baik-baik, meskipun begitu ayahnya juga memberi  batasan padanya, Anil tidak pernah diijinkan keluar malam hari kecuali jika ada keperluan sekolah, dan syukurnya Anil tak juga mempermaslahkannya. Dia cukup nyaman berada dirumah saja pada malam hari biasa ataupun malam minggu, tak ada yang istimewa baginya, dan rumahlah yang dianggapnya tempat istimewa.

Setiap hari Anil juga melihat bagaimana puluhan santri ayahnya pulang pergi kerumahnya untuk mempelajari kitab-kitab besar yang kemudian di ketahui Anil namanya setelah dia juga menjadi santriwati di pesantren itu.dan disanalah, salah satu dari para santri itu, yang setiap hari datang kerumahnya, yang memanggilnya ayahnya juga dengan sebutan "abah". Salah satu santri pintar, kesayangan ayahnya, sederhana, berakhlak sopan, dan ehem,, rupawan. Muhammad Yusuf Firdaus namanya (waktu itu masih belum Haji), kepada dialah Anil lugu menyimpan kerinduan. Kak Daus biasa Anil memanggil karena tautan umur mereka cukup banyak, sekitar 7 tahun.

Anil remaja tentu saja dengan semangatnya menceritakan Daus kepada teman-temannya termasuk juga Raudah sepupunya itu. Bahkan saat itu Anil nekat mencari tahu nomor handphonenya dan alamat rumahnya.
Firdaus juga seorang anak tunggal, karenia itulah dia menganggap Anil seperti adikknya, mereka salaing bercanda tanpa Daus tahu kalau Anil tidak menganggapnya sekedar seorang kaka.

Dengan nomor handphone Daus di tangannya tanpa malu Anil suka menghubungi, sering sekali, terlalu sering, tanpa dia memberitahukan siapa dia. Anil hanya mengaku dia salah nomor. Mulanya Daus masih bersikap biasa, namun kemudian dia berubah, menghindari Anil sebenarnya dan juga menghindari telpon Anil yang tidak sebenarnya. Anil jadi yakin kalau Daus tahu bahwa Anil lah orangnya, cuma itu sebab yang bisa Anil pikirkan saat itu.

Anil patah hati, patah hati seorang remaja 14 tahun. Dan ia bertambah sedih ketika tahu bahwa cinta pertamanya itu akan pergi jauh ke kota lain demi menuntut ilmu. Anil benar-benar kehilangan sosok Firdaus, bahkan setelah bertahun-tahun ternyata rasa kagum itu masih saja ada. Sesekali Anil masih bisa melihatnya ketika Idul Fitri atau Idul Adha ketika Firdaus datang kerumahnya untuk silaturrahmi pada ayahnya. Anil yang semakin dewasa tak lagi seperti dulu menggebu-gebu untuk bertemu. Setelah tahun-tahun itu, Anil malah memilih bersembunyi di kamarnya ketika Firdaus datang. Dan terkadang mengintip di balik pintu kamarnya.

Selepas lulus dari Madrasah Aliyah, Anil memutuskan untuk menyambung pendidikannya di luar kota berpisah dari ayah dan ibunya. Anehnya, meskipun Anil pernah juga terlibat 'pacaran monyet' dengan cowo lain, sosok kakak yang dikaguminya semenjak lama itu tak pernah bisa hilang dalam pikirannya. Bahkan selembar foto kakak itu yang dulu sempat diambilnya diam-diam di pajangnya juga di kamar kos nya itu.

Dan hari ini tiba-tiba kabar itu datang,stelah sekian lama sosok itu hilang, timbul dan tenggelam dalam ingatannya, apakah sekarang ia masih menyimpan cinta sebesar dulu lagi, masihkah ia berharap sebesar dulu lagi, ahhhh... lamunan Anil buyar ketika di dengarnya Adzan isya berkumandang, dan tak ada jawaban. ***

Hingga keesokan harinya Anil tak juga memberi jawaban pada Raudah. Raudah kembali menghubunginya, namun kali ini menelponnya,

"Kok ga dibals lagi sih Nil?" cecar Raudah
"Shok" sahutku
"Alahhhhh,, sok tapi seneng,, hahaha"
"Hehehehe,"
"Setuju kan?"
"Apanya?"
"Ta'aruf",,
 Anil diam berpikir,,
"Aku bilang ibu dan ayah dulu ya?"
"Jangan lama-lama, ntar menyesal lo"
"Iya,, eh memangnya kak Daus bilang mau ta'arufnya sama kamu ya?" Pertanyaan ini juga baru terpikir di kepala Anil, aneh memang kenapa bisa Raudah.
"Dari suaminya kak Yuni, Ka Samsul, kan temenan sama Kak Daus, Jadi Kak Dausnya nanyain kamu lewat Ka Samsul yang tahu kita ada hubungan keluarga"
"Ooooo" sudah jelas bagi Anil. "Udah ya vulsa mahal,, hehe, kalo sudah bilang kasih kabar aku", "Alahhhh,, kamu ini, iya deh, Insyallah, Assalamualaikum", dan setelah balasan salam diseberang sana, telpon dimatikan.
Anil masih membisu, ragu, yakinkah dia, yakinkah hatinya, setelah sekian lama, dan apa alasannya. Begitu banyak tanya, yang tak di temukan Anil jawabnya.
Anil memutuskan memang harus bicara dengan kedua orang tuanya tentang masalah ini. Sehabis kuliah nanti akan di hubunginya mereka, meminta nasehat dan pendapat. Anil melirik jam tangannya, 08.30, astaga, dia ada kelas jam itu.

To Be Countinue

Selasa, 18 Oktober 2011

Setiap tanya akan ada jawabnya,,!!

Pujangga biru,,
Janganlah pernah engkau sangsi,
Dan setiap tanya akan ada jawabnya,
Meski tak sedikitpun aku yakini untuk siapa tanya itu menjelma,,

Pujangga jingga,,
Apakah dua kata itu untukmu memaknai cinta, Jujur dan dusta ??
Tapi aku memiliki makna lainnya,
Cinta yang menjelma dalam hening,
Tumbuh dalam kebisuan,
Berkembang dalam diam,
Dan merekah dalam kesendirian,

Cinta yang ku jaga kemurniannya dalam senyap,
Yang tak kupertemukan dengan muaranya,
Yang ku benihkan dari kekaguman,
Apa namanya cinta yang ku punya ini wahai pujangga ?????

Tetap Dalam Diam & Keheningan,,,

Diam dan melihat,,
Itulah yang kugunakan sebagai benteng kokoh untuk melindungi sekeping hati,,
Hati dalam diriku yang hampir mati,

Diam dan mendengar,,
Itulah yang kupakai sebagai radar kuat untuk melindungi sekeping hati,,
Hati dalam diriku yang akan di amuk tsunami,,

Aku masih bercerita dalam kesenyapan malam,,
Menyapa bintang, memanggil bulan,
Mengutip awan, merintai angkasa,
Aku bercerita tentang hati yang ada di sana, jauh dari tempatku berada,
Tentang nama yang kini sering ku dengar gemanya,,

Kuceritakan semuanya dalam hening,
Tentang nama yang dengan indahnya mengukir bait & rima menjadi ungkapan penuh makna,,

Dan tentang mereka-mereka yang menglilingi nama itu, bunga-bunga ranum yang indah,
Entah karena dia terlalu baik dan sopan, mereka sangat terlihat akrab,
Lagi-lagi aku bercerita tentang kecemburuan,,

Aku pula mengadu dalam linangan airmata,
Mengapa nama itu yang harus hadir,
Nama atas diri seseorang yang tak akan pernah sanggup untuk di gapai,,
Tingi dan terlalu jauh,,

Wahai Sang Maha Cinta,
Biarkan sekarang ku titipkan sekeping hati ini pada-Mu,,
Sudah hancur segala pertahanan yang ku bangun,,
Biarkan sekarang kau yang menyelamatkannya dengan takdir-Mu, dari sebuah nama berinisial ''sang pujangga''

The Last Thing 4 You,, Pujangga Hati,,

Pujangga hati,
Selalu ada 2 sisi yang tak pernah berhenti berseteru dalam diriku, ketika menatap layar, memantulkan untaian baitmu,,

Sisi satu, ''Ya Rabb,, seindah itukah cintanya, apakah untukku?''
Dan sisi lainnya, ''ada bidadari lain diluar sana yg dia persembahkan, yg karena bidadari itulah dia merangkai'y,''

Dan akhir yang sama selalu terjadi,
Sisi lain itulah yang terus menggema dalam pikiranku,,

Akhir'y pun sisi lain itu berkata jujur, aq tahu syafa bidadari itu, dia yang indah penuh pesona,,

Jika di izinkan untuk mengucap rasa terima kasihku hai pujangga, ku ucapkan tulus dari hati,, hati yang pernah hampir mati,, dan pernah tersirami sejuk'y syairmu,,

Berbahagialah bersama'y,
Bersama bidadarimu,,
Ku hadiahkan sebuah senyuman dan sebulir kristal bening,,

Tuhan telah menyelamatkanku sebelum aku terlanjur habis di amuk badaimu,,
Tuhan memperlihatkanku siapa bidadarimu,,
Sungguh kupercayai kuasa-Nya, ketika nanti ditarik'y kaf kepada nun, jadilah KUN,,
Dan takdir telah tertulis,,

Tapi cinta adalah ketika kau datang dan menceritakan tentang'y,, aku akan berkata,''aku bahagia jika kau bahagia'',,

*mengagumimu dalam diamku,,
Bintang akhir'y redup, bulan belum lagi sabit,,

Ketika Kami Bercerita #Ce I En Te A

Perhatian : Perumpamaan yang ada di bawah ini sama sekali tidak dinilai mewakili tokoh yang bersangkutan

Aku dan mereka tersenyum, dalam khayalanku,,
Aku dan mereka duduk bersama, dalam pikiranku,,
Aku dan mereka berbagi, dan ini nyata,,
Aku dan mereka, aku dan sahabatku,,

Aku dan mereka,, permata-permata dunia,,,

Kisah satu :
Kami mengenal mutiara ini dengan indahnya, dia yang selalu membawa senyum untuk kami. 
Setelah berada lama di dalam kerangnya, mutiara diangkat dari laut tempat hidupnya, dan ia jatuh cinta seketika dengan orang yang mengagumi indahnya. 
Sayangnya, bukan hanya dia satu-satu nya mutiara dalam genggaman sang pria,
mutiara lainnya telah ada di dalam himpunan hidupnya,,
mutiara ku hampir retak ketika tahu, tapi sang pria memungutnya lagi,, meyakinkannya, bahwa hanya akan ada satu mutiara hingga nanti,,,,
Semoga,,,,

Kisah dua :
Dialah Intan, bercilang dengan gemerlapnya, memukau kami dengan silaunya,,
Dan memukai pria-pria diluar sana dengan pesonanya,,
benar-benar di luar sana,, dan aku tertawa,,
betapa intan ini berani menggantungkan harapan pada mereka yag berada jauh, sangat jauh dari tempatnya berada, ahhhh,,entahlah,, 
meski pada akhirnya tak pernah selesai,,
entah bagaimana intanku sekarang,, apakah dia menemukan yang amat jauh lagi ??
berbahagialah untukmu selalu,,

Kisah tiga :
Aku menyanyagi berlian berharga ini,,
ketulusannya tak pernah diragukan, selalu direntangkannya tangan untuk kami,
hatiku perih ketika cinta yang ditanamnya selalu berakhir tragis, dan aku tahu tiap inci penolakan dari pria-pria itu,,
Ahhhh,, mereka hanya tak tahu, bahwa dia berlian indah tak tertandingi,,

Kisah empat :
Zamrud ini, perlu waktu lama untukku mengenanlnya,, bahkan mungkin teman dekatnya,,
Dia yang susah jatuh cinta, namun tak pernah berhenti mencintai ketika dia sudah memutuskannya,,
dan aku membenci pria yang menyakitinya,, mempermainkan hatinya yang setia,, 
bermain dengan batu-batu lainnya tanpa sengaja katanya,, dan tanpa dipikirnya,,
Zamrud ini ku yakin akan berkilau nanti ketika di temukannya tangan yang pas tempatnya berada,,

Kisah lima :
Dia emas murni,, mencintai dalam diam pada seorang lelaki,,
Jujur saja, mereka hanya perlu saling berucap, maka terjadilah cinta, tapi tidak,,
hingga akhirnya, adalah batu mulia lain yang mengambilnya,,
dan emasku,, diam dalam cintanya,,,
percayalah,, kau akan menemukan yang lainnya,,

Kisah penutup :
Ruby ini hanya masih tak tahu apa yang mesti dia lakukan,,
betapa banyak kegalauan yang menghampiri hati,,
menuggu hal yang pasti,,
namun, keyakinan selalu berakar dalam hati, 
bahwa nanti,,, cinta sejati akan dihampiri,,,

 Aku dan mereka berpegangan tangan,,
saling menguatkan,,,
Aku dan sahabatku,,, 

Senin, 17 Oktober 2011

Merenda Kata Untuk Sang Pujangga

Ntah kenapa aku ingin menuliskannya,,
merenda rasa yang datang menjelma lewat tarian kata di alam maya,,
Tak ada niat dalam pikirku agar engkau tahu, karena aku bukan sosok yang dahulu, yang coba menilik harapan ketikajatuh hati pada seseorang lewat percikan-percikan  tanda dan kesempatan agar seseorang itu ,menyadari bahwa aku ada dan mendambanya,,
Aku sekarang adalah sosok yang mengagumimu dalam diam dan kebiasuanku, meski hati berontak untuk sekedar menyalur rasa itu, tapi aku tetap mengagumimu dalam heningku wahang sang pujangga,,

Pujangga Rinduku,,
Maha Besar Tuhan yang telah dengan indahnya memahat wajahmu,
Maha Agung Tuhan yang telah memberkahi pikiran dan tanganmu untuk hal magis itu,,
Maha Bijak Tuhan yang telah membaguskan akhlakmu,,

Pujangga Jiwaku,,
Adakah pula cinta dan rindu yang membimbing penamu mencipta untaian bait itu ?
Atau adakah kesendirian yang melumat jarimu hingga rima-rima itu menggema ?

Pujangga hatiku,,
Kesendirian begitu melenakanku meski tak terasa sepi, hingga wujudmu seketika datang laksana topan, tak memeberikanku waktu sejenak untuk menyadari bahwa aku sudah candu, bahwa aku telah tenggelam dalam arus sajak-sajak itu,,

Pujangga cintaku,,
Tak akan pernah mulutku terbuka untuk sebuah suara yang mengandung kalimat tanya bahwa untuk siapakah syair-syair indah itu menjelma ?kemana mereka kau terbangkan ?
akan hinggap dihati siapakah mereka kau kirimkan ?
Tanya itu hanya menggema kembali di balik kebisuanku wahai sang pujangga,,

Pujangga jinggaku,,
Ku tahu kau, namun tak jua mengenalmu,,
Sosok kita bertemu namun tak menyapa, sosok kita bersisihan namun tetap masing-masing di kesendirian,, meski terkadang pandangan mata pernah bertemu,
Jika seandainya boleh sebuah senyuman sebagai jembatan,,

Pujangga kalbuku,,
Tak bisa ku jabarkan dengan apapun rasa ketika  mengagumimu,,
Mengagumi sang pemilik runtutan-runtutan kata penenang jiwa,,
Apakah dengan kata ??
Kata hanya akan terseret-seret jauh tak sanggup berpacu dengan akal sementara untuk melukis rasa kagum itu,,
Dengan suara ??
Bahkan suara membutuhkan kata,,
Dengan puja ??
Aku yakin bahwa aku memuja Tuhan yang menciptakan mu dan juga keyakinan penuh bahwa kau memuja Tuhanmu dengan patuh,,

Sabtu, 15 Oktober 2011

Narasi Aku dan Bulan

Kertas putih itu tersenyum,,
Setia menunggu ku bercerita, tentang cinta,,
Ku balas tersenyum padanya, getir,,
Ku bimbing pena untuk menggoresnya,
Menggoreskan tiap inci kisahku,,,
Kisah cinta,,

#Sepasang Kekasih Yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa,
Lagu yang telah berulang-ulang ku gemakan di telinga tak henti,
Bersedia menemaniku mengungkap cerita,,

Masih tentang bulan yang tak henti ku pandang,,
Aku masih setia pula bersamanya bercerita,
Seperti kesetiaan tiap paperus menggulung ceritaku,,

Bulan kali ini bertanya, "Masih kah tentang si Pujangga ?"
"Ya",, jawabku,, kelu,,,,

Dilihatnya kedalam mataku, Jingga,,
"Namun kali ini kau tidak memintaku menyampaikan pesan rindu?" Ia paham,
'"Ya",, sahutku,, bisu,,,,

"Kirimkan surat padaku, apa yang kau inginkan," tegasnya,,
"Akan kusampaikan dengan nyaring bersama angin kepadanya," sambungnya lagi,,

'Tidak",, Tolakku,,,

Bulan hening,,,,,
Aku senyap,,,,,
Mata kami beradu, menatap,,,
Angin membisu,,,

"Sampaikan doaku", desahku akhirnya,, mengalah,,,,
'Kau sudah sering pula mengirim doa padanya" Protes bulan,
angin menderu, tanda setuju,,

"kali ini tak akan pernah sama, dan pasti akan jadi penutup segala doa", sahutku membela,,
"Katakan.........." Bulan dan angin menyerah,,

Malam mulai membelai mataku untuk menutup,,,
Syahdu, Biru,, Hening,, Senyap,,, Diam,,,,,

"Sudahkah kau kirimkan?" tanyaku,,
"Yakinlah dia akan mendengarnya",, sahut bulan menenangkan,,
Aku tersenyum,, Pilu,,

"Sampaikan padaku apa doamu kali ini?" tanyanya ingin tahu,,

"Hanya ingin agar dia bangkit kembali, melupakan segala keburukan yang pernah dialaminya, tersenyum menanti hal di depan sana, segera menghapus airmata, karna itu tak ada gunanya",,

" kau harus tersenyum lebih dulu untuk itu",, kata bulan menenangkan
"YA",, aku memberi keyakinan,,,